Mengapa Kebahagiaan Cepat Sirna dan Kesedihan Terasa Lama

 

ZAKKI ISMAIL
Mahasiswa Prodi S1 Manajemen STIE Ganesha


Kita semua pernah merasakan pasang surut emosi dalam hidup kita. Terkadang kebahagiaan datang begitu cepat, seolah-olah mengisi ruang hidup kita dengan warna-warni yang cerah, namun sering kali kebahagiaan itu menghilang secepat ia datang. Sementara itu, kesedihan, kekecewaan, dan kecemasan bisa menguasai kita dalam waktu yang lama. Mengapa hal ini terjadi? Mengapa kita merasa bahwa kebahagiaan itu lebih mudah lenyap, sementara perasaan negatif seperti kesedihan dan kecemasan bisa bertahan lebih lama?

Jawaban dari fenomena ini tidak terlepas dari cara kerja otak manusia yang sangat kompleks. Otak kita, sebagai organ yang sangat vital bagi kelangsungan hidup, sudah berkembang melalui proses evolusi selama jutaan tahun. Dengan segala kecanggihan dan kemampuannya, otak kita lebih cenderung untuk memberikan prioritas pada hal-hal yang dapat mengancam kelangsungan hidup kita. Hal ini menjelaskan mengapa otak kita lebih sensitif terhadap pengalaman yang negatif atau berisiko.


Otak dan Fungsi Evolusinya dalam Menghadapi Ancaman

Otak manusia, yang berasal dari proses evolusi panjang, memiliki berbagai mekanisme untuk memastikan kelangsungan hidup spesies kita. Salah satu fungsi utama otak adalah untuk mendeteksi ancaman atau bahaya yang dapat merusak hidup kita. Selama ribuan tahun, manusia berhadapan dengan berbagai ancaman alam, seperti binatang buas atau kondisi lingkungan yang ekstrem. Untuk itu, otak kita memiliki kemampuan untuk mengenali dan merespons ancaman ini dengan cepat. Dalam menghadapi situasi berbahaya, otak kita akan merangsang reaksi yang lebih cepat dan tajam agar kita dapat segera melarikan diri atau bertindak untuk menyelamatkan diri.

Pengalaman negatif atau bahaya akan menciptakan jejak yang mendalam dalam otak kita. Ini adalah mekanisme bertahan hidup yang sangat penting. Ketika kita menghadapi situasi yang mengancam, misalnya kecelakaan atau kekerasan, otak kita akan memicu reaksi emosional dan memori yang intens. Ingatan tentang pengalaman tersebut akan disimpan dengan sangat kuat dalam ingatan kita. Hal ini berguna agar kita dapat menghindari situasi berbahaya serupa di masa depan.

Pada dasarnya, otak kita lebih cenderung untuk fokus pada peristiwa yang membawa ancaman atau ketidaknyamanan. Pengalaman ini akan diperkuat oleh perasaan yang mengarah pada kewaspadaan atau ketakutan. Misalnya, jika kita pernah digigit ular, otak kita akan mengingat rasa takut dan bahaya yang kita rasakan saat itu. Begitu kita berada di dekat ular atau hewan lain yang mirip, kita akan merasa takut meskipun saat itu tidak ada ancaman langsung. Hal ini membantu kita untuk lebih berhati-hati dan menjaga diri agar tetap aman.


Sensitivitas Otak terhadap Ancaman

Mekanisme ini terjadi berkat sistem limbik otak, yang berperan penting dalam mengelola emosi dan memori. Salah satu bagian utama dari sistem limbik adalah amigdala, yang berfungsi untuk memproses emosi, terutama yang berhubungan dengan rasa takut atau ancaman. Ketika kita merasakan ancaman atau bahaya, amigdala akan mengaktifkan respons "fight or flight" (melawan atau melarikan diri), yang membuat kita siap untuk bertindak. Proses ini berfungsi untuk melindungi kita dari bahaya yang bisa mengancam hidup kita. 

Namun, otak kita juga sangat selektif dalam memperhatikan hal-hal yang berisiko. Pengalaman negatif lebih mudah diingat dan diperkuat, sementara hal-hal positif atau aman sering kali dianggap biasa dan mudah terlupakan. Ini menciptakan bias dalam cara kita melihat dunia. Kita cenderung mengingat kenangan yang menyakitkan atau menegangkan lebih lama, sedangkan momen kebahagiaan seringkali tidak tertanam begitu dalam dalam ingatan kita.


Mengapa Kebahagiaan Bisa Sirna dengan Cepat?

Kebahagiaan yang datang dengan cepat seringkali terasa begitu mengesankan di awal, namun bisa dengan mudah sirna dalam sekejap. Momen kebahagiaan seperti mendapatkan sesuatu yang kita inginkan atau mengalami kesuksesan sering kali diikuti oleh rasa puas yang sementara. Mengapa ini terjadi? Salah satu penjelasan untuk fenomena ini berkaitan dengan bagaimana otak kita mengelola pengalaman positif. Ketika kita merasa bahagia, otak kita merilis dopamin, neurotransmitter yang sering disebut sebagai “hormon kebahagiaan”. Dopamin memberikan rasa euforia atau kenikmatan sesaat. Namun, sensasi ini tidak berlangsung lama, karena otak kita dengan cepat menyesuaikan diri dengan keadaan tersebut. Dalam waktu singkat, kita mulai merasa bahwa kebahagiaan ini adalah hal yang normal dan tidak lagi memberi dampak besar pada emosi kita.

Selain itu, kita juga cenderung melupakan kebahagiaan karena otak kita lebih fokus pada masalah atau tantangan. Ketika kita mengalami kebahagiaan, kita tidak selalu merasa terancam atau dalam bahaya, sehingga otak kita tidak menyimpan pengalaman tersebut dengan cara yang sama seperti kita menyimpan pengalaman negatif. Kebahagiaan sering dianggap sebagai sesuatu yang biasa dan kurang relevan untuk kelangsungan hidup kita, sementara perasaan negatif selalu dikaitkan dengan pengalaman yang perlu diperhatikan atau dihindari.


Pengaruh Negatif dalam Membentuk Ingatan yang Kuat

Sebaliknya, kesedihan, kecemasan, atau rasa sakit yang kita alami seringkali bertahan lebih lama karena otak kita memberi perhatian lebih pada perasaan tersebut. Ketika kita merasa cemas atau takut, tubuh kita juga merespons dengan reaksi fisik seperti peningkatan detak jantung atau ketegangan otot. Respon fisik ini mempengaruhi otak untuk lebih mendalami dan mengingat pengalaman tersebut, agar kita bisa belajar dari kesalahan atau menghindari situasi serupa di masa depan. Kecemasan, misalnya, dapat mengganggu pola pikir kita dan membuat kita terfokus pada ancaman yang ada di sekitar kita, bahkan jika ancaman tersebut tidak nyata. Hal ini bisa menimbulkan pola pikir yang berulang dan membuat kita merasa terperangkap dalam perasaan tersebut. Seiring berjalannya waktu, kecemasan atau ketakutan ini akan tertanam dalam ingatan kita, dan kita menjadi lebih waspada terhadap potensi ancaman yang tidak selalu ada.


Peran Memori dalam Pembelajaran dan Adaptasi

Salah satu alasan mengapa perasaan negatif seperti kesedihan atau kecemasan lebih bertahan lama adalah karena otak kita menggunakan pengalaman tersebut untuk belajar dan beradaptasi. Pengalaman yang menyakitkan atau mengecewakan memberikan sinyal peringatan yang membantu kita untuk menjadi lebih waspada. Ingatan yang kuat tentang peristiwa tersebut menjadi pelajaran berharga untuk tidak mengulanginya di masa depan.  Misalnya, jika seseorang mengalami kegagalan dalam sebuah ujian, pengalaman negatif tersebut dapat membuatnya lebih berhati-hati dan bekerja lebih keras untuk ujian berikutnya. Meskipun perasaan kecewa atau takut gagal mungkin muncul kembali, pengalaman tersebut akan memperkuat tekadnya untuk mencapai tujuan di masa depan. Inilah yang menjelaskan mengapa pengalaman negatif lebih sulit dilupakan dan sering kali berpengaruh lebih besar dalam hidup kita.



Kenapa Pengalaman Positif Mudah Dilupakan?

Di sisi lain, pengalaman positif sering kali dianggap sebagai hal yang biasa. Kebahagiaan yang datang mungkin terasa menyenangkan, namun tidak menciptakan dampak yang sama dalam otak kita seperti halnya pengalaman negatif. Ketika kita bahagia, otak kita merasakan kenikmatan sementara, tetapi tidak ada ancaman yang perlu diwaspadai, sehingga perasaan itu tidak tersimpan sekuat pengalaman yang membawa perasaan tidak nyaman. Selain itu, kita juga cenderung berfokus pada pencapaian atau perbaikan diri, yang sering kali berhubungan dengan mengatasi tantangan atau mengatasi kesulitan. Ketika kita tidak dihadapkan pada situasi yang menantang atau penuh risiko, kita mungkin lebih sulit untuk menghargai kebahagiaan yang sederhana. Kita sering merasa bahwa kebahagiaan itu hanya berlangsung sejenak dan perlu dicapai lebih banyak lagi untuk merasa puas.

Fenomena pasang surut emosi yang kita alami sehari-hari sebenarnya berkaitan erat dengan cara kerja otak manusia yang telah berkembang melalui jutaan tahun evolusi. Otak kita sangat sensitif terhadap pengalaman yang berisiko atau berbahaya, karena ini berkaitan langsung dengan kelangsungan hidup kita. Oleh karena itu, kita cenderung mengingat pengalaman negatif lebih lama dan dengan intensitas yang lebih tinggi daripada pengalaman positif.

Kebahagiaan, meskipun dapat datang dengan cepat, sering kali mudah sirna karena otak kita menganggapnya sebagai hal yang biasa dan tidak perlu diwaspadai. Sebaliknya, kesedihan atau kecemasan bertahan lebih lama karena otak kita menyimpannya sebagai peringatan atau pelajaran agar kita tidak mengulang kesalahan yang sama di masa depan. Namun, dengan kesadaran akan cara kerja otak ini, kita dapat belajar untuk lebih menghargai kebah(*)

0/Post a Comment/Comments

Dibaca